Kamis, 27 Oktober 2011

CEDERA OLAHRAGA

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah

Cedera sering dialami oleh seorang atlit, seperti cedera goresan, robek pada ligamen, atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut biasanya memerlukan pertolongan yang profesional dengan segera. Banyak sekali permasalahan yang dialami oleh atlit olahraga, tidak terkecuali dengan sindrom ini. Sindrom ini bermula dari adanya suatu kekuatan abnormal dalam level yang rendah atau ringan, namun berlangsung secara berulang-ulang dalam jangka waktu lama. Jenis cedera ini terkadang memberikan respon yang baik bagi pengobatan sendiri.
Tak ada yang menyangkal jika olahraga baik untuk kebugaran tubuh dan melindungi kita dari berbagai penyakit. Namun, berolahraga secara berlebihan dan mengabaikan aturan berolahraga yang benar, malah mendatangkan cedera yang membahayakan dirinya sendiri.
Ada beberapa hal yang menyebabkan cedera akibat aktivitas olahraga yang salah. Menurut Wijanarko Adi Mulya, pengurus PBSI (persatuan bulutangkis seluruh Indonesia) Jawa Timur, aktivitas yang salah ini karena pemanasan tidak memenuhi syarat, kelelahan berlebihan terutama pada otot, dan salah dalam melakukan gerakan olahraga. Kasus cedera yang paling banyak terjadi, biasanya dilakukan para pemula yang biasanya terlalu berambisi menyelesaikan target latihan atau ingin meningkatkan tahap latihan.
Cedera akibat berolahraga paling kerap terjadi pada atlet, tak terkecuali atlet senior. Biasanya itu terjadi akibat kelelahan berlebihan karena panjangnya waktu permainan (misalnya ada babak tambahan) atau terlalu banyaknya partai pertandingan yang harus diikuti.
Cara yang lebih efektif dalam mengatasi cedera adalah dengan memahami beberapa jenis cedera dan mengenali bagaimana tubuh kita memberikan respon terhadap cedera tersebut. Juga, akan dapat untuk memahami tubuh kita, sehingga dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya cedera, bagaimana mendeteksi suatu cedera agar tidak terjadi parah, bagaimana mengobatinya dan kapan meminta pengobatan secara profesional (memeriksakan diri ke dokter).
Perawatan dan pencegahan cedera di perguruan tinggi. Khususnya para mahasiswa pendidikan jasmani. Makalah ini mencakup agar mahasiswa mampu melaksanakan dan faham tentang prinsip-prinsip, faktor-faktor perawatan cedera dalam olahraga serta dapat mempraktekkanya pada saat menempuh perkuliahan maupun setelah lulus dan menjadi guru pendidikan jasmani di sekolah.

B.     Tujuan Instruksional

Setelah mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat :
  1. Menjelaskan pengertian cedera
  2. Mengenal secara mendalam tentang macam-macam cedera olahraga
  3. Dapat menjelaskan penyebab dan pencegahan cedera olahraga
  4. Mampu menyampaikan informasi dan menunjukkan tata cara pengobatan cedera olahraga.
  5.  
C.     Manfaat Penelitian

Di dalam makalah ini kita dapat mengetahui manfaat dan kerugian dari Cedera Olahraga tersebut. Baik cedera olahraga yang ringan maupun cedera olahraga yang berat. Sebagai calon guru pendidikan jasmani kita harus tahu bagaimana mengkondisikan siswa-siswa supaya meringankan terjadinya cedera olahraga.










BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.     Deskripsi Teori

Olahraga bertujuan untuk menyehatkan badan, memberikan kebugaran jasmani selama cara-cara melakukannya sudah dalam kondisi yang benar. Apakah semua macam olahraga bisa menimbulkan cedera?
Cedera yang dialami tergantung dari macamnya olahraga, misalnya olahrag sepak bola, tenis meja, balapan tentu memberikan resiko cedera yang berbeda-beda.
Kegiatan olahraga sekarang ini telah benar-benar menjadikan bagian masyarakat kita, baik pada masyarakat atau golongan dengan sosial ekonomi yang rendah sampai yang paling baik. Telah menyadari kegunaan akan pentingnya latihan-latihan yang teratur untuk kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani.
Seseorang melakukan olahraga dengan tujuan untuk mendapatkan kebugaran jasmani, kesehatan maupun kesenangan bahkan ada yang sekedar hobi, sedangkan atlit baik amatir dan profesional selalu berusaha mencapai prestasi sekurang-kurangnya untuk menjadi juara. Namun beberapa faktor yang mempunyai peran perlu diperhatikan antara lain :
a.    Usia Kesehatan Kebugaran
Menurut pengetahuan yang ada pada saat ini, apa yang disebut proses digenerasi mulai berlangsung pada usia 30 tahun, dan fungsi tubuh akan berkurang 1% pertahun (Rule of one), ini berarti bahwa kekuatan dan kelentukan jaringan akan mulai berkurang akibat proses degenerasi, selain itu jaringan menjadi rentan terhadap trauma. Untuk mempertahankan kondisi agar tidak terjadi pengurangan fungsi tubuh akibat degenerasi, maka latihan sangat diperlukan guna mencegah timbulnya Atrofi, dengan demikian bahwa usia memegang peranan.
b.    Jenis Kelamin
Sistem hormon pada tubuh manusia berbeda dengan wanita, demikian pula dengan bentuk tubuh, mengingat perbedaan dan perubahan fisik, maka tidak semua jenis olahraga cocok untuk semua golonganusia atau jenis kelamin. Hal ini apabila dipaksakan, maka akan timbul cedera yang sifatnya pun juga tertentu untuk jenis olahraga tertentu
c.    Jenis Olahraga
Kita tahu bahwa setiap macam olahraga, apapun jenisnya, mempunyai peraturan permainan tertentu dengan tujuan agar tidak menimbulkan cedera, peraturan tersebut merupakan salah satu mencegahnya.
d.    Pengalaman Teknik Olahraga
Untuk melaksanakan olahraga yang baik agar tujuan tercapai perlu persiapan dan latihan antara lain :
o       Metode atau cara berlatihnya.
o       Tekniknya agar tidak terjadi “over use”.
e.    Sarana atau Fasilitas
Walaupun telah diusahakan dengan baik kemungkinan cedera masih timbul akibat sarana yang kurang memadai
f.      Gizi
Olahraga memerlukan tenaga untuk itu perlu gizi yzng baik, selain itu gizi menentukan kesehatan dan kebugaran.

Dalam ilmu kedokteran sangat jelas bahwa dengan olahraga yang teratur memegang peranan untuk memperoleh badan yang sehat, menghindari penyakit-penyakit seperti penyakit jantung, serta menunda proses-proses degeneratif yang tidak bisa dihindari oleh proses penuaan. Keadaan akan pentingnya serta keuntungan yang diakibatkan oleh olahraga adalah sesuai dengan perubahan-perubahan kondisi sosial dan ekonomibila kita menilai beragam olahraga, ada permainan-permainan tertentu yang bersifat kompetitif untuk dipertandingkan dimana masing-masing individu harus bisa mencapai prestasi maksimal untuk mencapai kemenangan, ini yang sering mengundang terjadinya cedera olahraga, namun dapat dihindari bila faktor-faktor penyebab serta peralatan olahraga tersebut diperhatikan.
Dalam cedera macam-macan pula derajat cederanya mulai dari yang ringan sampai yang sangat berat, karena faktornya: jenis kelamin, derajat cedera, ukuran tubuh, anatomi, kesegaran aerobik, kekuatan otot, kekuatan, kelemahan ligamen, kontrol motorik pusat, kejiwaan, kemampuan mental merupakan faktor-faktor dalam kecenderungan cedera.
B.     Kerangka Berfikir

Tujuan utama dalam mempelajari tentang cedera olahraga adalah supaya mahasiswa atau buru pendidikan jasmani mengetahui bagaimana menangani cedera olahraga dan bagaiman mencegahnya. Untuk tidak menjadi kabur tentang perbedaan banyak ragam jenis cedera maka perlu diberikan penjelasan tentang pengertian cedera, yaitu :
1.      Cedera
Cedera adalah suatu akibat daripada gaya-gaya yang bekerja pada tubuh atau sebagian daripada tubuh dimana melampaui kemampuan tubuh untuk mengatasinya, gaya-gaya ini bisa berlangsung dengan cepat atau jangka lama.
Dapat dipertegas bahwa hasil suatu tenaga atau kekuatan yang berlebihan dilimpahkan pada tubuh atau sebagian tubuh sehingga tubuh atau bagian tubuh tersebut tidak dapat menahan dan tidak dapat menyesuaikan diri.
Harus diingat bahwa setiap orang dapat terkena celaka yang bukan karena kegiatan olahraga, biarpun kita telah berhati-hati tetapi masih juga celaka, tetapibila kita berhati-hati kita akan bisa mengurangi resiko celaka tersebut.

2.      Cedera Olahraga
Kegiatan olahraga yang sekarang terus dipacu untuk dikembangkan dan ditingkatkan bukan hanya olahraga prestasi atau kompetisi, tetapi olahraga juga untuk kebugaran jasmani secara umum. Kebugaran jasmani tidak hanya punya keuntungan secara pribadi, tetapi juga memberikan keuntungan bagi masyarakat dan negara. Oleh karena itu kegiatan olahraga sekarang ini semakin mendapat perhatian yang luas.
Bersamaan dengan meningkatnya aktivitas keolahragaan tersebut, korban cedera olahraga juga ikut bertambah. Sangat disayangkan jika hanya karena cedera olahraga tersebut para pelaku olahraga sulit meningkatkan atau mempertahankan prestasi.

“Cedera Olahraga” adalah rasa sakit yang ditimbulkan karena olahraga, sehingga dapat menimbulkan cacat, luka dan rusak pada otot atau sendi serta bagian lain dari tubuh.

Cedera olahraga jika tidak ditangani dengan cepat dan benar dapat mengakibatkan gangguan atau  keterbatasan fisik, baik dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari maupun melakukan aktivitas olahraga yang bersangkutan. Bahkan bagi atlit cedera ini bisa berarti istirahat yang cukup lama dan mungkin harus meninggalkan sama sekali hobi dan profesinya. Oleh sebab itu dalam penaganan cedera olahraga harus dilakukan secara tim yang multidisipliner.

Cedera olahraga dapat digolongkan 2 kelompok besar :
a.    Kelompok kerusakan traumatik (traumatic disruption) seperti : lecet, lepuh, memar, leban otot, luka, “stram” otot, “sprain” sendi, dislokasi sendi, patah tulang, trauma kepala-leher-tulang belakang, trauma tulang pinggul, trauma pada dada, trauma pada perut, cedera anggota gerak atas dan bawah.
b.  Kelompok “sindroma penggunaan berlebihan” (over use syndromes), yang lebih spesifik yang berhubungan dengan jenis olahraganya, seperti : tenis elbow, golfer’s elbow swimer’s shoulder, jumper’s knee, stress fracture pada tungkai dan kaki.

C.     Macam Cedera Olahraga

Didalam menangani cedera olahraga (sport injury) agar terjadi pemulihan seorang atlit untuk kembali melaksanakan kegiatan dan kalau perlu ke prestasi puncak sebelum cedera.
Kita ketahui penyembuhan penyakit atau cedera memerlukan waktu penyembuhan yang secara alamiah tidak akan sama untuk semua alat (organ) atau sistem jaringan ditubuh, selain itu penyembuhan juga tergantung dari derajat kerusakan yang diderita, cepat lambat serta ketepatan penanggulangan secara dini.
Dengan demikian peran seseorang yang berkecimpung dalam kedokteran olahraga perlu bekal pengetahuan mengenai penyembuhan luka serta cara memberikan terapi agar tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah, sehingga penyembuhan serta pemulihan fungsi, alat dan sistem anggota yang cedera dapat dicapai dalam waktu singkat untuk mencapai prestasi kembali, maka latihan untuk pemulihan dan peningkatan prestasi sangat diperlukan untuk mempertahankan kondisi jaringan yang cedera agar tidak terjadi penecilan otot (atropi).
Agar selalu tepat dalam menangani kasus cedera maka sangat diperlukan adanya pengetahuan tentang macam-macam cedera.

D.    Klasifikasi Cedera Olahraga

Secara umum cedera olahraga diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu :
a.    Cedera tingkat 1 (cedera ringan)
Pada cedera ini penderita tidak mengalami keluhan yang serius, namun dapat mengganggu penampilan atlit. Misalnya: lecet, memar, sprain yang ringan.
b.    Cedera tingkat 2 (cedera sedang)
Pada cedera tingkat kerusakan jaringan lebih nyata berpengaruh pada performance atlit. Keluhan bias berupa nyeri, bengkak, gangguan fungsi (tanda-tanda inplamasi) misalnya: lebar otot, straing otot, tendon-tendon, robeknya ligament (sprain grade II).
c.    Cedera tingkat 3 (cedera berat)
Pada cedera tingkat ini atlit perlu penanganan yang intensif, istirahat total dan mungkin perlu tindakan bedah jika terdapat robekan lengkap atau hamper lengkap ligament (sprain grade III) dan IV atau sprain fracture) atau fracture tulang.
d.    Strain dan Sprain
Strain dan sprain adalah kondisi yang sering ditemukan pada cedera olahraga.
1.    Strain
Straing adalah menyangkut cedera otot atau tendon. Straing dapat dibagi atas 3 tingkat, yaitu :
a)    Tinkat 1 (ringan)
Straing tingkat ini tidak ada robekan hanya terdapat kondisi inflamasi ringan, meskipun tidak ada penurunan kekuatan otot, tetapi pada kondisi tertentu cukup mengganggu atlit. Misalnya straing dari otot hamstring (otot paha belakang) akan mempengaruhi atlit pelari jarak pendek (sprinter), atau pada baseball pitcher yang cukup terganggu dengan strain otot-otot lengan atas meskipun hanya ringan, tetapi dapat menurunkan endurance (daya tahannya).
b)    Tingkat 2 (sedang)
Strain pada tingkat 2 ini sudah terdapat kerusakan pada otot atau tendon, sehingga dapat mengurangi kekuatan atlit.
c)    Tingkat 3 (berat)
Straing pada tingkat 3 ini sudah terjadi rupture yang lebih hebat sampai komplit, pada tingkat 3 diperlukan tindakan bedah (repair) sampai fisioterapi dan rehabilitasi.

2.    Sprain
Sprain adalah cedera yang menyangkut cedera ligament. Sprain dapat dibagi 4 tingkat, yaitu :
a)    Tingkat 1 (ringan)
Cedera tingkat 1 ini hanya terjadi robekan pada serat ligament yang terdapat hematom kecil di dalam ligamen dan tidak ada gangguan fungsi.
b)    Tingkat 2 (sedang)
Cedera sprain tingkat 2 ini terjadi robekan yang lebih luas, tetapi 50% masih baik. Hal ini sudah terjadi gangguan fungsi, tindakan proteksi harus dilakukan untuk memungkinkan terjadinya kesembuhan. Imobilisasi diperlukan 6-10 minggu untuk benar-benar aman dan mungkin diperlukan waktu 4 bulan. Seringkali terjadi pada atlit memaksakan diri sebelum selesainya waktu pemulihan belum berakhir dan akibatnya akan timbul cedera baru lagi.
c)    Tingkat 3 (berat)
Cedera sprain tingkat 3 ini terjadinya robekan total atau lepasnya ligament dari tempat lekatnya dan fungsinya terganggu secara total. Maka sangat penting untuk segera menempatkan kedua ujung robekan secara berdekatan.


d)    Tingkat 4 (Sprain fraktur)
Cedera sprain tingkat 4 ini terjadi akibat ligamennya robek dimana tempat lekatnya pada tulang dengan diikuti lepasnya sebagian tulang tersebut.

E.     Penyebab dan Pencegahan pada cedera olahraga

Cedera olahraga perlu diperhatikan terutama bagi para pelatih, guru pendidikan jasmani, maupun pemerhati olahraga khususnya yang mempunyai atlit cedera olahraga.
Sekarang hendakna kita satukan bahasa dahulu bahwa yang paling sental dalam pengelolaan cedera bukanlah tenaga medis tetapi pelatih olahraga, yaitu orang yang paling dekat dengan atlit. Sebaik apapun tim medis disiapkan akan kalah dibandingkan dengan kita menyiapkan para pelatih olahraga yang tahu tentang olahraga.
Pulih tidaknya cedera sebagian besar tergantung tindakan pertama pada saat cedera. Cedera ringan tidak kalah berbahayanya dari cedera berat terhadap masa depan atlit.
Dalam rangka persiapan menghadapi suatu event. Mengistirahatkan atlit boleh dikatakan mustahil karena waktu yang tersedia selalu terbatas. Disinilah muncul seni yang tinggi tentang pengelolaan atlit yang cedera.
Pelatih harus menyadari bahwa tiap olahraga mempunyai kecenderungan cedera yang berbeda. Sebagai pelatih, guru pendidikan jasmani haruslah mengetahui cara pencegahan ataupun pertolongan pertama secara benar.
Banyak sekali penyebab-penyebab cedera olahraga yang perlu diperhatikan, sehingga para atlit dapat menepis atau menghindari kecenderungan untuk cedera olahraga.


F.      Penyebab Cedera Olahraga

Beberapa faktor penting yang ada perlu diperhatikan sebagai penyebab cedara olahraga.
1.    Faktor olahragawan/olagragawati
a.    Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30-40 tahun raluman kekuatan otot akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligament menurun pada usia 30 tahun. Kegiatan-kegiatan fisik mencapai puncaknya pada usia 20-40 tahun.
b.    Faktor pribadi
Kematangan (motoritas) seorang olahraga akan lebih mudah dan lebih sering mengalami cedera dibandingkan dengan olahragawan yang sudah berpengalaman.
c.    Pengalaman
Bagi atlit yang baru terjun akan lebih mudah terkena cedera dibandingkan dengan olahragawan atau atlit yang sudah berpengalaman.
d.    Tingkat latihan
Betapa penting peran latihan yaitu pemberian awal dasar latihan fisik untuk menghindari terjadinya cedera, namun sebaliknya latihan yang terlalu berlebihan bias mengakibatkan cedera karena “over use”.
e.    Teknik
Perlu diciptakan teknik yang benar untuk menghindari cedera. Dalam melakukan teknik yang salah maka akan menyebabkan cedera.
f.      Kemampuan awal (warming up)
Kecenderungan tinggi apabila tidak dilakukan dengan pemanasan, sehingga terhindar dari cedera yang tidak di inginkan. Misalnya : terjadi sprain, strain ataupun rupture tendon dan lain-lain.
g.    Recovery period
Memberi waktu istirahat pada organ-organ tubuh termasuk sistem musculoskeletal setelah dipergunakan untuk bermain perlu untuk recovery (pulih awal) dimana kondisi organ-organ itu menjadi prima lagi, dengan demikaian kemungkinan terjadinya cedera bisa dihindari.
h.    Kondisi tubuh yang “fit”
Kondisi yang kurang sehat sebaiknya jangan dipaksakan untuk berolahrag, karena kondisi semua jaringan dipengaruhi sehingga mempercepat atau mempermudah terjadinya cedera.
i.      Keseimbangan Nutrisi
Keseimbangan nutrisi baik berupa kalori, cairan, vitamin yang cukup untuk kebutuhan tubuh yang sehat.
j.      Hal-hal yang umum
Tidur untuk istirahat yang cukup, hindari minuman beralkohol, rokok dan yang lain.
2.    Peralatan dan Fasilitas
Peralatan : bila kurang atau tidak memadai, design yang jelek dan kurang baik akan mudah terjadinya cedera.
Fasilitas : kemungkinan alat-alat proteksi badan, jenis olahraga yang bersifat body contack, serta jenis olahraga yang khusus.
3.    Faktor karakter dari pada olahraga tersebut
Masing-masing cabang olahrag mempunyai tujuan tertentu. Missal olahraga yang kompetitif biasanya mengundang cedera olahraga dan sebagainya, ini semua harus diketahui sebelumnya.

G.    Pencegahan Cedera

Mencegah lebih baik daripada mengobati, hal ini tetap merupakan kaidah yang harus dipegang teguh. Banyak cara pencegahan tampaknya biasa-biasa saja, tetapi masing-masing tetaplah memiliki kekhususan yang perlu diperhatikan.
1.    Pencegahan lewat keterampilan
Pencegahan lewat keterampilan mempunyai andil yang besar dalam pencegahan cedera itu telah terbukti, karena penyiapan atlit dan resikonya harus dipikirkan lebih awal. Untuk itu para atlit sangat perlu ditumbuhkan kemampuan untuk bersikap wjar atau relaks. Dalam meningkatkan atlit tidak cukup keterampilan tentang kemampuan fisik saja namun termasuk daya pikir, membaca situasi, mengetahui bahaya yang bisa terjadi dan mengurangi resiko. Pelatih juga harus mampu mengenali tanda-tanda kelelahan pada atlitnya, serta harus dapt mengurangi dosis latihan sebelum resiko cedar timbul.
a)    Mengurangnya antusiasme atau kurang tanggap
b)   Kulit dan otot terasa mengembang
c)    Kehilangan selera makan
d)   Gangguan tidur, sampai bangun masih terasa lelah
e)    Meningkatnya frekuensi jantung saat istirahat
f)     Penurunan berat badan
g)    Melambatnya pemulihan
h)    Cenderung menghindari latihan atau pertandingan

2.    Pencegahan lewat Fitness
Fitness secara terus menerus mampu mencegah cedera pada atlit baik cedera otot, sendi dan tendo, serta mampu bertahan untuk pertandingan lebih lama tanpa kelelahan.
a.    Strength
Otot lebih kuat jika dilatih, beban waktu latihan yang cukup sesuai nomor yang diinginkan untuk. Untuk latihan sifatnya individual, otot yang dilatih benar-benar tidak mudah cedera.
b.    Daya tahan
Daya tahan meliputi endurance otot, paru dan jantung. Daya tahan yang baik berarti tidak cepat lelah, karena kelelahan mengundang cedera.
c.    Pencegahan lewat makanan
Nutrisi yang baik akan mempunyai andil mencegah cedera karena memperbaiki proses pemulihan kesegaran diantara latihan-latihan.
Makan harus memenuhi tuntutan gizi yang dibutuhkan atlit sehubungan dengan latihannya.
Atlit harus makan-makanan yang mudah dicerna dan yang berenergi tinggi kira-kira 2,5 jam sebelum latihan atau pertandingan.
Pencegahan lewat Warming up ada 3 alasan kenapa warm up harus dilakukan :
· Untuk melenturkan (stretching) otot, tendon dan ligament utama yang akan dipakai.
· Untuk menaikkan suhu terutama bagian dalam seperti otot dan sendi.
· Untuk menyiapkan atlit secara fisik dan mental menghadapi tugasnya.
d.    Pencegahan lewat lingkungan
Banyak terjadi bahwa cedera karena lingkungan. Seorang atlit jatuh karena tersandung sesuatu (tas, peralatan yang tidak ditaruh secara baik) dan cedera. Harusnya memperhatikan peralatan dan barang ditaruh secara benar agar tidak membahayakan.
e.       Peralatan
Peralatan yang standart punya peranan penting dalam mencegah cedera. Kerusakan alat sering menjadi penyebab cedera pula, contoh yang sederhan seperti sepatu. Sepatu adalah salah satu bagian peralatan dalam berolahraga yang mendapat banyak perhatian para ahli. Masing-masing cabang olahraga umumnya mempunyai model sepatu dengan cirinya sendiri. Yang paling banyak dibicarakan adalah sepatu olahraga lari. Hal ini di hubungkan dengan dominanya olahraga lari, baik yang berdiri sendiri maupun sebagai bagian dari orang lain.
Sepatu yang baiksangat membantu kenyamanan berolahraga dan dapat memperkecil resiko cedera olahraga.
Kontruksi sepatu
Sepatu lari yang baik mempunyai cirri-ciri kontruksi sebagai berikut :
1)   Sol relative tebal dan kuat, tetapi cukup elastic sehingga mampu meredam benturan. Biasanya mempunyai permukaan yang tidak rata (bergelombang atau berkembang-kembang).
2)   Tumit harus sedikit lebih tinggi dari bagian depan ½ inci (1,3 cm).
3)   Bagian belakang “counter” ditinggikan sedikit sebagai “Achilles pad” dengan tujuan mencegah cedera tendon Achilles.
4)   Terdapat “arch support” yang baik.
5)   Harus cukup fleksibel, bisa dibengkokkan dengan mudah.
6)   “Heel counter” harus kuat dan kaku.
7)   Berat sepatu sekitar 238-340 gram.
Sepatu dikatakan pas jika jarak antara ujung jari kaki dengan bagian depan sepatu selebar satu jari tangan (1,5 cm), bagian yang lebar dari kaki pas dengan bagian lebar dari sepatu, serta tumit “terpegang” dengan pas pada “counter” (bagian belakang sepatu). Pengepasan sepatu harus dengan memakai kaos kaki (harus cukup empuk dan tebal) yang bisa digunakan.
f.        Medan
Medan dalam menggunakan latihan atau pertandingan mungkin dari alam, buatan atau sintetik, keduanya menimbulkan masalah. Alam dapat selalu berubah-ubah karena iklim, sedang sintetik yang telah banyak dipakai juga dapat rusak. Yang terpenting atlit mampu menghalau dan mengantisipasi hal-hal penyebab cedera.
g.       Pencegahan lewat pakaian
Pakaian sangat tergantung selera tetapi haruslah dipilih dengan benar, seperti kaos, celana, kaos kaki, perlu mendapat perhatian. Misalnya celana jika terlalu ketat dan tidak elastis maka dalam melakukan gerakan juga tidak bebas. Khususnya atletik, sehingga menyebabkan lecet-lecet pada daerah selakangan dan bahkan akan mempengaruhi penampilan atlit.
h.       Pencegahan lewat pertolongan
Setiap cedera memberi tiap kemungkinan untuk cedera lagi yang sama atau yang lebih berat lagi. Masalahnya ada kelemahan otot yang berakibat kurang stabil atau kelainan anatomi, ketidakstabilan tersebut penyebab cedera berikutnya. Dengan demikian dalam menangani atau pemberian pertolongan harus kondisi benar dan rehabilitasi yang tepat pula.
i.         Implikasi terhadap pelatih
Sikap tanggung jawab dan sportifitas dari pelatih, official, tenaga kesehatan dan atlitnya sendiri secara bersama-sama. Yakinkan bahwa atlitnya memang siap untuk tampil, bila tidak janganlah mencoba-coba untuk ditampilkan dari pada mengundang permasalahan. Sebagai pelatih juga perlu memikirkan masa depan atlit merupakan faktor yang lebih penting.

H.    Perawatan dan Pengobatan cedera olahraga

Dalam melakukan perawatan dan pengobatan cedera olahraga terlebih dahulu mengetahui dan apa yang harus dikerjakan. Terdapat pendarahan tidak, fruktur tulang (patah tulang) dan sebagainya, atau mungkin terjadi kerusakan pembuluh darah kecil atau besar (pendarahan dibawah kulit) di daerah itu. Bila ini terjadi akan ada warna ungu, nyeri dan bengkak.
A.       Penanganan pendarahan
Penanganan cedera dinilai lewat tingkatan cedera berdasarkan adanya pendarahan lokal.
1.    Akut (0-24 jam)
Terjadi cedera antara saat kejadian sampai proses pendarahan berhenti, biasanya samapai 24 jam. Dalam pertolongan yang benar dapat mempersingkat periode ini.
2.    Sub-Akut (24-48 jam)
Pada saat masa akut telah berakhir, pendarahan telah berhenti, tetapi bisa berdarah kembali. Bila pertolongan tidak benar dapat kembali ke tingkat akut dan berdarah kembali.
3.    Tingkat lanjut (48 jam sampai lebih)
Pendarahan telah berhenti, dan kecil kemungkinan kembali ke tingkat akut, pada saat ini penyembuhan telah mulai. Dengan pertolongan yang baikmasa ini dapat mempersingkat. Pelatih harus sangat mahir dalam hal ini agar tahu kapan harus meminta pertolongan dokter.
B.       Penanganan pertama
Pulihnya atlit dan mampu aktif  kembali sangat tergantung dari keputusan yang dibuat saat terjadi cedera, serta pertolongan yang diberikan. Bila dokter tidak ada, maka terpaksa pelatih harus memutuskan sendiri, keadaan ini paling banyak berlaku.
Pelatih harus mampu memutuskan apakah atlit terus atau berhenti, untuk cedera yang berat keputusannya sangat mudah diambil, tetapi untuk cedera yang ringan keputusannya menjadi sangat sulit. Bila ragu istirahatkan atlit anda, pelatih sebaiknya mampu melakukan pemeriksaan praktis fungsional dilapangan.
C.       Penanganan rehabilitasi medik
Pada terjadinya cedera olahraga upaya rehabilitasi medik yang sering digunakan adalah :
1.    Pelayanan spesialistik rehabilitasi medik
2.    Pelayanan fisioterapi
3.    Pelayanan alat bantu (ortesa)
4.    Pelayananpengganti tubuh (protesa)
Penangana rehabilitasi medik harus sesuai dengan kondisi cedera.
a.    Penanganan rehabilitasi medik pada cedera olahraga akut.
Cedera akut ini terjadi dalam waktu 0-24 jam. Yang paling penting adalah penangananya. Pertama adalah evaluasi awal tentang keadaan umum penderita, untuk menentukan apakah ada keadaan yang mengancam kelangsungan hidupnya. Bila ada  tindakan pertama harus berupa penyelamatan jiwa. Setelah diketahui tidak ada hal yang membahayakan jiwa atau hal tersebut telah teratasi maka dilanjutkan upaya yang terkenal yaitu RICE :
R – Rest         : diistirahatkan adalah tindakan pertolongan pertama yang esensial penting untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
I – Ice : terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan meredakan rasa nyeri.
C – Compression : penekanan atau balut tekan gunanya membantu mengurangi pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
E – Elevatin : peninggian daerah cedera gunanya mencegah statis, mengurangi edema (pembengkakan) dan rasa nyeri.
b.    Penanganan rehabilitasi pada cedera olahraga lanjut
Pada masa ini rehabilitasi tergantung pada problem yang ada antara lain berupa :
·      Pemberian modalitas terapi fisik
Terapi dingin :
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1.    Kompress dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera.
Lamanya : 20-30 menit dengan interval kira-kira 10 menit.
2.    Masase es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus dengan lama 5-7 menit, dapat diulang dengan tenggang waktu 10 menit.
3.    Pencelupan atau peredaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya 10-20 menit.
4.    Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane kebagian tubuh yang cedera.
Terapi panas :
Pada umumnya toleransi yang baik pada terapi panas adalah bila diberikan pada fase subakut dan kronis dari suatu cedera, tetapi panas juga dapat diberikan pada keadaan akut. Panas yang kita berikan ketubuh akan masuk atau berpenetrasi kedalamnya. Kedalam penetrasi ini tergantung pada jenis terapi panas yang diberikan seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1 : Pembagian terapi panas menurut kedalaman penetrasinya.
Penetrasi
Macam
Contoh
Dangkal (superfisial)








Dalam(Deep)

Lembab/Basah




Kering



Diatermi
Kompres kain air panas
“Hydrocollator pack”
Mandi uap panas
“Paraffin wax bath”
Hydrotherapy

Kompres botol air panas
Kompres bantal pemanas tenaga listrik
Lampu merah infra

Diatermi gelombang pendek
Diatermi gelombang mikro
Diatermi suara ultra


Secara ringkas efek pemberian panas secara lokal dapat dilihat pada tabel no 2.
Table 2 : Respon fisiologis terhadap panas

1.      Panas meningkatkan efek vaskulatik jaringan kolagen.
2.      Panas mengurangi dan menghilangkan rasa sakit
3.      Panas mengurangi kekakuan sendi
4.      Panas mengurangi dan menghilangkan spasme otot
5.      Panas meningkatkan sirkulasi darah
6.      Panas membantu resolusi infiltrate radang, edema dan eksudasi
7.      Panas digunakan sebagai bagian dari terapi kanker




Terapi air (Hydroterapy)
Pada sebagian kasus pemberian terapi air akan banyak menolong. Terapi air dipilih karena adanya efek daya apung dan efek pembersihan. Jenis terapi ini dapat kita berikan dengan memakai bak atau kolam air. Teknik lain terapi air adalah “contrast bath” yaitu dengan menggunakan dua buah bejana. Satu buah diisi air hangat suhu 40,5-43,3 C dan satunya lagi diisi air dingin dengan suhu 10-15 C. anggota gerak yang cedera bergantian masuk ke bejana secara bergantian dengan jarak waktu.

Perangsangan listrik
Perangsangan listrik mempunyai efek pada otot yang normal maupun otot yang denervasi. Efek rangsangan listrik pada otot normal antara lain relaksasi otot spasme, re-edukasi otot, mengurangi spastisitas dan mencegah terjadinya trombloflebitis. Sedang pada otot denervasi efeknya meliputi menunda progrese atropi otot, memperbaiki sirkulasi darah dan nutrisi.

Masase
Dengan menggunakan masase yang lembut dan ringan, kurang lebih satu minggu setelah trauma mungkin akan dapat mengatasi rasa nyeri tersebut. Dengan syarat diberikan dengan betul dan dengan dasar ilmiah akan efektif untuk mengurangi bengkak dan kekakuan otot.
·      Pemberian terapi latihan
Waktu untuk memulai terapi latihan tergantung pada macam dan derajat cederanya. Pada cedera otot misalnya terjadi kerusakan atau robekan serabut otot bagian central memerlukan waktu pemulihan 3 kali lebih lama dibandingkan dengan robeknya otot bagian perifer. Sedangkan cedera tulang, persendian (ligament) memerlukan waktu yang lebih lama.
Terapi latihan yang dapat diberikan, berupa :
1.   Latihan luas gerak sendi
2.   Latihan peregangan
3.   Latihan daya tahan
4.   Latihan yang spesifik (untuk masing-masing bagian tubuh)
·      Pemberian ortesa (alat Bantu tubuh)
Pada terjadinya cedera olahraga yang akut ortesa terutama berfungsi untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera, sehingga membantu mempercepat proses penyembuhan dan melindungi dari cedera ulangan. Pada fase berikutnya ortesa dapat berfungsi lebih banyak, antara lain : ortesa leher, dan support pada anggota gerak bawah. Mencegah terjadinya deformitas dan meningkatkan fungsi anggota gerak yang terganggu.
·      Pemberian protesa (pengganti tubuh)
Protesa adalah suatu alat Bantu yang diberikan pada atlit yang mengalami cedera dan mengalami kehilangan sebagian anggota geraknya. Fungsi dari alat ini adalah untuk menggantikan bagian tubuh yang hilang akibat dari cedera tersebut.




















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.     Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat disimpulkan bahwa Cedera akibat berolahraga paling kerap terjadi pada atlet, tak terkecuali atlet senior. Biasanya itu terjadi akibat kelelahan berlebihan karena panjangnya waktu permainan (misalnya ada babak tambahan) atau terlalu banyaknya partai pertandingan yang harus diikuti. 
Kalau pemula, biasanya kesalahan terbanyak karena tidak cukup efektifnya pemanasan atau gerakan peregangan yang dilakukan sebelum memulai olahraga. Akibatnya, otot tidak siap untuk melakukan aktifitas
. Berolahraga secara berlebihan dan mengabaikan aturan berolahraga yang benar, malah mendatangkan cedera dan membahayakan diri sendiri.

B.     Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang dapat disampaikan, yaitu:
1.      Guru pendidikan jasmani perlu meningkatkan kualitas pengetahuan tentang cedera olahraga sehingga siswa merasa nyaman jika guru pendidikan jasmaninya bisa mengatasi masalah cedera olahragan.
2.      Bagi pelatih-pelatih harus lebih dekat dengan para atlitnya sehingga keluhan-keluhan atlit mengenai cedera yang dialaminya bisa dibicarakan dan disembuhkan secara bersama tim. Peltih juga harus mengetahui bagaimana kondisi para atlitnya baik secara jasmani maupun rohani. Oleh karena itu pelatih-pelatih harus sering mengikutu seminar-seminar untuk para pelatih guna memperdalam pengetahuan.








DAFTAR PUSTAKA

Paul M. Taylor, dkk. (2002). Mencegah dan Mengatasi Cedera Olahraga. Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA.

Andun Sujidandoko. (2000). Perawatan dan Pencegahan Cedera. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional .