Kamis, 31 Maret 2011

WAWASAN NUSANTARA

Wawasan Nusantara

Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.

Latar belakang

Falsafah pancasila
Nilai-nilai pancasila mendasari pengembangan wawasan nasional. Nilai-nilai tersebut adalah:
  1. Penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing- masing.
  2. Mengutamakan kepentingan masyarakat daripada individu dan golongan.
  3. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
Aspek kewilayahan nusantara
Pengaruh geografi merupakan suatu fenomena yang perlu diperhitungkan, karena Indonesia kaya akan aneka Sumber Daya Alam (SDA) dan suku bangsa.
Aspek sosial budaya
Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadat, bahasa, agama, dan kepercayaan yang berbeda - beda, sehingga tata kehidupan nasional yang berhubungan dengan interaksi antargolongan mengandung potensi konflik yang besar.

Aspek sejarah
Indonesia diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menghendaki terulangnya perpecahan dalam lingkungan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini dikarenakan kemerdekaan yang telah diraih oleh bangsa Indonesia merupakan hasil dari semangat persatuan dan kesatuan yang sangat tinggi bangsa Indonesia sendiri. Jadi, semangat ini harus tetap dipertahankan untuk persatuan bangsa dan menjaga wilayah kesatuan Indonesia.



Fungsi

  1. Wawasan nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional, yaitu wawasan nusantara dijadikan konsep dalam pembangunan nasional, pertahanan keamanan, dan kewilayahan.
  2. Wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan mempunyai cakupan kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial dan ekonomi, kesatuan sosial dan politik, dan kesatuan pertahanan dan keamanan.
  3. Wawasan nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara merupakan pandangan geopolitik Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.
  1. Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik - titik ujung yang terluar dari pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah RI.
  2. Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut.
  3. Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezim Hukum Internasional, di mana batasan nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia. Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi utuh dan tidak terpecah lagi.
Tujuan
Tujuan wawasan nusantara terdiri dari dua, yaitu:
  1. Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah "untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial".
  2. Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia.
Implementasi
Kehidupan politik
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan nusantara, yaitu:
  1. Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang-undang, seperti UU Partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden. Pelaksanaan undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan bangsa.Contohnya seperti dalam pemilihan presiden, anggota DPR, dan kepala daerah harus menjalankan prinsip demokratis dan keadilan, sehingga tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.
  2. Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia harus sesuai denga hukum yang berlaku. Seluruh bangsa Indonesia harus mempunyai dasar hukum yang sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian. Di Indonesia terdapat banyak produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi dan kabupaten dalam bentuk peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku secara nasional.
  3. Mengembagkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yamg berbeda, sehingga menumbuhkan sikap toleransi.
  4. Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga pemerintahan untuk menigkatkan semangat kebangsaan dan kesatuan.
  5. Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps diplomatik ebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulau-pulau terluar dan pulau kosong.


Kehidupan ekonomi
  1. Wilayah nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti posisi khatulistiwa, wilayah laut yang luas, hutan tropis yang besar, hasil tambang dan minyak yang besar, serta memeliki penduduk dalam jumlah cukup besar. Oleh karena itu, implementasi dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi pada sektor pemerintahan, pertanian, dan perindustrian.
  2. Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan antardaerah. Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan upaya dalam keadilan ekonomi.
  3. Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil.
Kehidupan sosial

Tari pendet dari Bali merupakan budaya Indonesia yang harus dilestarikan sebagai implementasi dalam kehidupan sosial.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan sosial, yaitu :
  1. Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda, dari segi budaya, status sosial, maupun daerah. Contohnya dengan pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus diprioritaskan bagi daerah tertinggal.
  2. Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber pendapatan nasional maupun daerah. Contohnya dengan pelestarian budaya, pengembangan museum, dan cagar budaya.
Kehidupan pertahanan dan keamanan
Membagun TNI Profesional merupakan implementasi dalam kehidupan pertahanan keamanan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan pertahanan dan keamanan, yaitu :
  1. Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal yang menganggu keamanan kepada aparat dan belajar kemiliteran.
  2. Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat diciptakan dengan membangun solidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda daerah dengan kekuatan keamanan.
  3. Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia.

Sejarah Nusantara
Banyak sekali penafsiran umum akan nama Nusantara, mungkin yang paling populer adalah rujukan penamaan Nusantara yang dapat diakses di situs wikipedia, di sana disebutkan bahwa ‘Nusantara merupakan istilah yang dipakai oleh orang Indonesia untuk menggambarkan wilayah kepulauan Indonesia dari Sabang sampai Merauke’; pertanyaannya, apakah hanya sebatas itu sajakah wilayah Nusantara dulu?

Candi Penataran
Nusa sendiri sering diartikan dengan pulau atau kepulauan, penamaan dari leluhur kita dahulu dalam bahasa sansekerta, sedang dalam bahasa sansekerta dengan peradaban yang lebih lama, istilah Nusa disebut dengan Nuswa.
Hasil dari penelitian kita terhadap beberapa rontal kuno dan beberapa prasasti, Nuswantara [atau Nusantara, selanjutnya kita bahasakan dengan Nusantara] adalah gabungan dari dua kata, Nusa dan Antara. Nusa sendiri dalam bahasa sansekerta kuno mempunyai arti “sebuah tempat yang dapat ditinggali” …jadi tidak disebutkan secara jelas bahwa itu adalah pulau.
Konsepsi dari Nusantara sendiri adalah sebuah kesatuan wilayah yang dipimpin oleh suatu pemerintahan [kerajaan] secara absolut. Jadi dalam Nusantara terdapat satu Kerajaan Induk dengan puluhan bahkan ratusan kerajaan yang menginduk [bedakan menginduk dengan jajahan]. Dalam sebuah periodesasi jaman, Kerajaan induk itu mempunyai seorang pimpinan [raja] dengan kewenangannya yang sangat absolut, sehingga kerajaan-kerajaan yang menginduk sangat hormat dan loyal kepada Kerajaan Induk dan satu sama lain antara kerajaan yang menginduk akan saling bersatu dalam menghadapi ancaman keamanan dari negara-negara di luar wilayah Nusantara, sehingga tak pelak kesatuan dari Nusantara sangat disegani, dihormati dan ditakuti oleh negara-negara lain pada jaman dahulu.
Kerajaan Induk biasanya dipimpin oleh seorang raja dengan gelar Sang Maha Prabu atau Sang Maha Raja, atau pada periode jaman sebelumnya dengan Sang Rakai atau Sang Mapanji, serta dibantu oleh Patih [sekarang setara dengan Perdana Menteri] yang bergelar Sang Maha Patih.
Sedangkan kerajaan-kerajaan yang menginduk, istilah Kerajaan juga seringkali disebut dengan Kadipaten yang dipimpin oleh raja yang bergelar Kanjeng Prabu Adipati atau Kanjeng Ratu Adipati [apabila dipimpin oleh seorang raja wanita], dan Patih-nya bergelar Sang Patih.
Pimpinan Kerajaan Induk tidaklah selamanya turun-temurun, tidak tergantung dari besar-kecilnya wilayah, tapi dilihat dari sosok pimpinannya yang mempunyai kharisma sangat tinggi, kecakapannya dalam memimpin negara dan keberaniannya dalam mengawal Nusantara, sehingga negara-negara lain [kerajaan yang menginduk/Kadipaten] akan dengan suka rela menginduk di bawah sang pemimpin, apalagi sang pemimpin biasanya dianggap mewarisi karisma dari pada dewa, dalam pewayangan-pun beberapa nama raja disebutkan sebagai Dewa sing ngejawantah.
Nusantara, atau Indonesia kini [dari bahasa melayu dan pengembangan penamaan wilayah nusantara pada jaman masa kolonial], dahulu dikenal dunia sebagai bangsa yang besar dan terhormat. Orang luar bilang Nusantara adalah “jamrud khatulistiwa” karena di samping Negara kita ini kaya akan hasil bumi juga merupakan Negara yang luar biasa megah dan indah.
Bahkan di dalam pewayangan, Nusantara ini dulu diberikan istilah berbahasa kawi/Jawa kuno, yaitu :
“Negara kang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerto raharja”
Artinya dalam bahasa Indonesia kurang lebih yaitu :
“Luas berwibawa yang terdiri atas daratan dan pegunungan, subur makmur, rapi tentram, damai dan sejahtera“
Sehingga tidak sedikit negara-negara yang dengan sukarela bergabung di bawah naungan bangsa kita.
Hal ini tentu saja tidak lepas peranan dari leluhur-leluhur kita yang beradat budaya dan berakhlak tinggi. Di samping bisa mengatur kondisi Negara sedemikian makmur, leluhur kita juga bahkan dapat mengetahui kejadian yang akan terjadi di masa depan dan menuliskannya ke dalam karya sastra. Hal ini bertujuan sebagai panduan atau bekal anak cucunya nanti supaya lebih berhati-hati menjalani roda kehidupan.
Akan tetapi penulisannya tidak secara langsung menggambarkan berbagai kejadian di masa mendatang, digunakanlah perlambang sehingga kita harus jeli untuk dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan perlambang itu tadi. Digunakannya perlambang karena secara etika tidaklah sopan apabila manusia mendahului takdir, artinya mendahului Tuhan yang Maha Wenang.
Leluhur kita yang menuliskan kejadian masa depan adalah Maharaja di Kerajaan Dahana Pura bergelar Sang Mapanji Sri Aji Jayabaya dalam karyanya Jayabaya Pranitiradya dan Jayabaya Pranitiwakyo. Sering juga disebut “Jangka Jayabaya” atau oleh masyarakat sekarang dikenal dengan nama “Ramalan Jayabaya”, sebetulnya istilah ramalan kuranglah begitu tepat, karena “Jangka Jayabaya” adalah sebuah Sabda, Sabda Pandhita Ratu dari Sang Mapanji Sri Aji Jayabaya, yang artinya adalah akan terjadi dan harus terjadi.
Leluhur lainnya adalah R. Ng. Ranggawarsita yang menyusun kejadian mendatang ke dalam tembang-tembang, antara lain Jaka Lodang, Serat Kalatidha, Sabdatama, dll.
Kaitannya dengan penanggalan jaman yang ada di Jangka Jayabaya, kita berhasil menemukan bahwa sejarah Nusantara tidak sekerdil sejarah yang tertulis di buku-buku pelajaran sejarah sekolah yang resmi atau literasi sejarah yang ada. Bahkan lebih dari itu, kami menemukan bukti tentang kebesaran leluhur Nusantara yang di peradaban-peradaban sebelumnya mempunyai wilayah yang lebih besar dari yang kita duga selama ini.
Data yang diperoleh terdapat di beberapa relief dan prasasti yang dapat dilihat dan dimengerti oleh semua orang. Pola pembacaan yang telah berhasil dipetakan dengan mendokumentasikan lebih dari 20 jenis aksara purba asli Nusantara yang dapat dipakai untuk membaca prasasti dan rontal-rontal kuno, mulai dari Aksara Pra Budi Ratya, Pudak Sategal, Sastra Gentayu, Sastra Wiryawan, Sastra Budhati, Sastra Purwaresmi, Aksara Pajajaran, Aksara Hendra Prawata, Aksara Jamus Kalihwarni, Aksara Keling, Aksara Budha yang ada di Magelang, Aksara Nagari Mojopoit, dll. Sebagai bahan perbandingan, aksara Pallawa yang ada di India itu masih setara dengan jaman Kerajaan Singasari, jadi masih terhitung sangat muda.
kembali ke Jangka Jayabaya, telah berhasil dipetakan periodesasi terciptanya bumi sampai ke titik akhir menjadi 3 Jaman Kali [Jaman Besar] atau Tri Kali, dan setiap Jaman Kali terbagi menjadi 7 Jaman Kala [Jaman Sedang] atau Sapta Kala, dan 1 Jaman Kala terbagi menjadi 3 Mangsa Kala [Jaman Kecil] atau Mangsa Kala, serta berhasil mengurutkan sejarah kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara yang mayoritas telah dihilangkan dari sejarah resmi.
Tri Kali atau 3 Jaman Besar itu terdiri dari :
1. Kali Swara – jaman penuh suara alam
2. Kali Yoga – jaman pertengahan
3. Kali Sangara – jaman akhir
Masing-masing Jaman Besar berusia 700 Tahun Surya, suatu perhitungan tahun yang berbeda dengan Tahun Masehi maupun Tahun Jawa, perhitungan tahun yang digunakan sejak dari awal peradaban. Konversi setiap Jaman Besar [Kali] masing-masing berbeda], saat ini yang telah berhasil dikonversikan adalah penghitungan Kali Sangara [jaman akhir], di mana 1 [satu] Tahun Surya setara dengan 7 Tahun Wuku, satu tahun Wuku terdiri dari 210 hari yang berarti 1 [satu] Tahun Surya pada jaman besar Kali Sangara itu sama dengan 1.470 hari.
Berikut adalah uraian tentang pembagian jaman disertai dengan silsilah Kerajaan-kerajaan Besar [Kerajaan Induk] di Nusantara mulai dari jaman Kali Swara, Kali Yoga, sampai Kali Sangara.
1. Kali Swara [ jaman penuh suara alam ]
Dibagi atas 7 Jaman Sedang [saptakala], yaitu :
1.1. Kala Kukila [burung]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
1.1.1 Mangsa Kala Pakreti [mengerti]
1.1.2 Mangsa Kala Pramana [waspada]
1.1.3 Mangsa Kala Pramawa [terang]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Kukila :
Keling, Purwadumadi, Purwacarita, Magadha, Gilingwesi, Sadha Keling
1.2. Kala Budha [mulai munculnya kerajaan]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
1.2.1 Mangsa Kala Murti [kekuasaan]
1.2.2 Mangsa Kala Samsreti [peraturan]
1.2.3 Mangsa Kala Mataya [manunggal dengan Sang Pencipta]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Budha :
Gilingwesi, Medang Agung, Medang Prawa, Medang Gili/Gilingaya, Medang Gana, Medang Pura, Medang Gora, Grejitawati, Medang Sewanda
1.3. Kala Brawa [berani/menyala]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
1.3.1 Mangsa Kala Wedha [pengetahuan]
1.3.2 Mangsa Kala Arcana [tempat sembahyang]
1.3.3 Mangsa Kala Wiruca [meninggal]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Brawa :
Medang Sewanda, Medang Kamulyan, Medang Gili/Gilingaya
1.4. Kala Tirta [air bah]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
1.4.1 Mangsa Kala Raksaka [kepentingan]
1.4.2 Mangsa Kala Walkali [tamak]
1.4.3 Mangsa Kala Rancana [percobaan]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Tirta : Purwacarita, Maespati, Gilingwesi, Medang Gele/Medang Galungan
1.5. Kala Rwabara [keajaiban]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
1.5.1 Mangsa Kala Sancaya [pergaulan]
1.5.2 Mangsa Kala Byatara [kekuasaan]
1.5.3 Mangsa Kala Swanida [pangkat]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Rwabara :
Gilingwesi, Medang Kamulyan, Purwacarita, Wirata, Gilingwesi
1.6. Kala Rwabawa [ramai]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
1.6.1 Mangsa Kala Wibawa [pengaruh]
1.6.2 Mangsa Kala Prabawa [kekuatan]
1.6.3 Mangsa Kala Manubawa [sarasehan/ pertemuan]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Rwabawa :
Gilingwesi, Purwacarita, Wirata Anyar
1.7. Kala Purwa [permulaan]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
1.7.1 Mangsa Kala Jati [sejati]
1.7.2 Mangsa Kala Wakya [penurut]
1.7.3 Mangsa Kala Mayana [tempat para maya/ Hyang]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Purwa :
Wirata Kulon [Matsyapati], Hastina Pura
2. Kali Yoga [ jaman pertengahan ]
Dibagi atas 7 Jaman Sedang [saptakala], yaitu :
2.1. Kala Brata [bertapa]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
2.1.4 Mangsa Kala Yudha [perang]
2.1.5 Mangsa Kala Wahya [saat/waktu]
2.1.6 Mangsa Kala Wahana [kendaraan]
Kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Purwa : Hastina Pura
2.2. Kala Dwara [pintu]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
2.2.1 Mangsa Kala Sambada [sesuai/ sepadan]
2.2.2 Mangsa Kala Sambawa [ajaib]
2.2.3 Mangsa Kala Sangkara [nafsu amarah]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Dwara :
Hastina Pura, Malawapati, Dahana Pura, Mulwapati, Kertanegara
2.3. Kala Dwapara [para dewa]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
2.3.1 Mangsa Kala Mangkara [ragu-ragu]
2.3.2 Mangsa Kala Caruka [perebutan]
2.3.3 Mangsa Kala Mangandra [perselisihan]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Dwapara :
Pengging Nimrata, Galuh, Prambanan, Medang Nimrata, Grejitawati
2.4. Kala Praniti [teliti]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
2.4.1 Mangsa Kala Paringga [pemberian/kesayangan]
2.4.2 Mangsa Kala Daraka [sabar]
2.4.3 Mangsa Kala Wiyaka [pandai]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Praniti :
Purwacarita, Mojopura, Pengging, Kanyuruhan, Kuripan, Kedhiri, Jenggala, Singasari
2.5. Kala Teteka [pendatang]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
2.5.1 Mangsa Kala Sayaga [bersiap-siap]
2.5.2 Mangsa Kala Prawasa [memaksa]
2.5.3 Mangsa Kala Bandawala [perang]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Teteka :
Kedhiri, Galuh, Magada, Pengging
2.6. Kala Wisesa [sangat berkuasa]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
2.6.1 Mangsa Kala Mapurusa [sentosa]
2.6.2 Mangsa Kala Nisditya [punahnya raksasa]
2.6.3 Mangsa Kala Kindaka [bencana]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Wisesa :
Pengging, Kedhiri, Mojopoit [Majapahit]
2.7. Kala Wisaya [fitnah]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
2.7.1 Mangsa Kala Paeka [fitnah]
2.7.2 Mangsa Kala Ambondan [pemberontakan]
2.7.3 Mangsa Kala Aningkal [menendang]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Wisaya :
Mojopoit, Demak, Giri
3. Kali Sangara [ jaman akhir ]
Dibagi atas 7 Jaman Sedang [saptakala], yaitu :
3.1. Kala Jangga
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
3.1.1 Mangsa Kala Jahaya [keluhuran]
3.1.2 Mangsa Kala Warida [kerahasiaan]
3.1.3 Mangsa Kala Kawati [mempersatukan]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Jangga :
Pajang, Mataram
3.2. Kala Sakti [kuasa]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
3.2.1 Mangsa Kala Girinata [Syiwa]
3.2.2 Mangsa Kala Wisudda [pengangkatan]
3.2.3 Mangsa Kala Kridawa [perselisihan]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Sakti :
Mataram, Kartasura
3.3. Kala Jaya
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
3.3.1 Mangsa Kala Srenggya [angkuh]
3.3.2 Mangsa Kala Rerewa [gangguan]
3.3.3 Mangsa Kala Nisata [tidak sopan]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Jaya :
Kartasura, Surakarta, Ngayogyakarta
3.4. Kala Bendu [hukuman/musibah]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
3.4.1 Mangsa Kala Artati [uang/materi]
3.4.2 Mangsa Kala Nistana [tempat nista]
3.4.3 Mangsa Kala Justya [kejahatan]
Kerajaan-kerajaan Induk Nusantara pada Jaman Sedang Kala Jaya :
Surakarta, Ngayogyakarta, Indonesia [Republik]
3.5. Kala Suba [pujian]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
3.5.1 Mangsa Kala Wibawa [berwibawa/berpengaruh]
3.5.2 Mangsa Kala Saeka [bersatu]
3.5.3 Mangsa Kala Sentosa [sentosa]
3.6. Kala Sumbaga [terkenal]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
3.6.1 Mangsa Kala Andana [memberi]
3.6.2 Mangsa Kala Karena [kesenangan]
3.6.3 Mangsa Kala Sriyana [tempat yang indah]
3.7. Kala Surata [menjelang jaman akhir]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [mangsa kala] :
3.7.1 Mangsa Kala Daramana [luas]
3.7.2 Mangsa Kala Watara [sederhana]
3.7.3 Mangsa Kala Isaka [pegangan]
Metode penelitian dan penelusuran yang digunakan selama ini adalah dengan mengkompilasikan studi literasi pada relief-relief, prasasti-prasasti serta rontal-rontal kuno yang dipadukan dengan Sastra Cetha, sastra yang tidak tersurat secara langsung. Sastra Cetha sendiri adalah sebuah informasi tak terbatas yang sudah digambarkan oleh alam semesta secara jelas, begitu jelasnya sehingga sampai tidak dapat terlihat kalau kita menggunakan daya penangkapan yang terlalu tinggi dan rumit :-)
Belajar dari tanah sendiri, belajar dari ajaran leluhur Nusantara sendiri, belajar banyak dari alam semesta, di mana bumi diinjak, di situ langit dijunjung.
Timmy Hartadi – Turangga Seta
Yogyakarta | Wuku Medhangkungan
Selasa Pahing 15 Desember 2009
Disampaikan pada diskusi Jelajah Nusantara
MCR, Yogyakarta | Selasa 15 Desember 2009

Referensi
1.      ^ a b Suradinata,Ermaya. (2005). Hukum Dasar Geopolitik dan Geostrategi dalam Kerangka Keutuhan NKRI.. Jakarta: Suara Bebas. Hal 12-14.
2.      ^ a b c d e f Sunardi, R.M. (2004). Pembinaan Ketahanan Bangsa dalam Rangka Memperkokoh Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta:Kuaternita Adidarma. ISBN 979-98241-0-9,9789799824103.Hal 179-180.
3.      ^ a b c d Alfandi, Widoyo. (2002). Reformasi Indonesia: Bahasan dari Sudut Pandang Geografi Politik dan Geopolitik. Yogyakarta:Gadjah Mada University. ISBN 979-420-516-8, 9789794205167.
4.      ^ Hidayat, I. Mardiyono, Hidayat I.(1983). Geopolitik, Teori dan Strategi Politik dalam Hubungannya dengan Manusia, Ruang dan Sumber Daya Alam. Surabaya:Usaha Nasional.Hal 85-86.
5.      ^ a b c Sumarsono, S, et.al. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal 12-17.
6.      Sumber: http://www.facebook.com/notes/sohirin-disainer/sejarah-panjang-nusantara-sejarah-nusantara-sebuah-narasi-alternatif/392949485721
7.      http://id.wikipedia.org/wiki/Wawasan_Nusantara
8.      http://atlantis-lemuria-indonesia.blogspot.com/2010/05/sejarah-nusantara-sebuah-narasi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar